LAPORAN
SKENARIO 1
BLOK XII
SEMESTER IV
TROPICAL MEDICINE
KELOMPOK
I
KETUA : EVIE CLARENSIA LASE 123307039
SEKRETARIS : SRI WAHYU RATNA
SARI NASUTION 123307115
ANGGOTA : ADOLF FINSENSIUS
SARUMAHA 123307001
AGNES
MEINULO DUHA 123307002
ALHOI
LESLEY DAVIDSON 123307010
ANNISA
MAICIE KURNIASIH 123307015
LOUIS
MAPOLO SUTIAN 123307072
MARULI
FREDDY SIMAMORA 123307079
NIKKO
FERNANDO VENESIA 123307085
NITA
FATMASARI BANGUN 123307086
P.
VESPER J.N. ZAMILI 123307092
ROSNILAM MOHO 123307103
SITI
RAHMADHANI 123307110
SKMARINA
HANNA LAROSE S. 123307111
TIORASI
PAKPAHAN 123307118
DOSEN TUTORIAL
Dr. Sriwahyuni Nasution
FAKULTAS KEDOKTERAN
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, karena atas berkat rahmat
dan anugerahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Blok XII Tropical
Medicine Skenario I ini tepat pada waktunya.
Di dalam
menyelesaikan makalah ini kami banyak mengalami hambatan dan kesulitan terutama
memperoleh data-data yang lengkap serta pengelolaan yang sesuai, akan tetapi
berkat bimbingan dosen dan partisipasi dari semua anggota kelompok SGD 1
akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik.
Kami
menyadari masih banyak kekurangan dari pembuatan makalah ini, maka dari itu
kami mengharapkan kritikan maupun saran yang membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.
Akhir kata
kami mengucapkan terimakasih kepada tutor kami dr.
Sriwahyuni serta seluruh anggota kelompok SGD 1 yang
telah banyak memberikan arahan, motivasi serta kerjasama yang baik. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 5
Juni 2014
Penyusun
(Kelompok SGD 1)
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
BABII
DATA PELAKSANAAN TUTORIAL.................................................................2
BAB
III PEMBAHASAN SKENARIO.......................................................................... 3-4
BAB
IV KAJIAN TEORI............................................................................................... 5
1.
Jenis-Jenis Parasit
Nematoda yg Menginfeksi Manusia.......................................... 5-12
2.
Definisi
Ankylostomiasis....................................................................................... 13
3.
Etiologi
Ankylostomiasis....................................................................................... 13
4.
Epidemiologi
Ankylostomiasis............................................................................... 14
5.
Patofisiologi
Terjadinya Ankylostomiasis................................................................15-17
6.
Gejala Klinis Ankylostomiasis................................................................................17
7.
Diagnosis
Ankylostomiasis.....................................................................................17-22
8.
Diagnosis Banding
Ankylostomiasis.......................................................................22
9.
Penatalaksanaan
Penyakit Ankylostomiasis............................................................22-23
10. Pencegahan Ankylostomiasis.................................................................................23-24
11. Komplikasi Ankylostomiasis................................................................................. 24
12. Prognosis Ankylostomiasis................................................................................... 24
BAB.V
KESIMPULAN AKHIR..................................................................................... 25
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi
cacing tambang meliputi seperempat dari populasi dunia, terutama di negara
tropis maupun subtropis.
Ancylostomiasis merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh infeksi cacing tambang. Cacing tambang adalah cacing parasit (nematode) yang
hidup di ususkecil, pada mamalia seperti kucing, anjing ataupun manusia. Spesies cacing tambang yang
menginfeksi manusia yaitu Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Cacing tambang mengisap darah sehingga menimbulkan keluhan yang berhubungan dengan anemia, gangguan pertumbuhan terutama pada anak dan dapat menyebabkan retardasi mental.
Konsekuensi
paling serius dari infeksi cacing tambang adalah kehilangan darah kronis dari
duodenum dan jejenum.
Kemungkinan
seseorang dengan infeksi cacing tambang menjadi anemia bergantung pada beberapa
faktor, termasuk jenis dari cacing tambang, jumlah cacing, lama infeksi,
persediaan zat besi tubuh, pemasukan zat besi dari makanan dan absorbsinya dan
kebutuhan fisiologis zat besi.
BAB III
PEMBAHASAN
1.1 Skenario
Bapak Doni 35 tahun, pekerja kebun, dibawa ke
rumah sakit dengan keluhan lemah dan lesu. Dialami sejaak 6 bulan yang lalu.
Nafsu makan tidak ada, dan kadang-kadang demam juga. Bapak ini bekerja tidak
memakai alas kaki. Dari pemeriksaan fisik didapatkan: Malaise, anemis, conj.
Pelpebra inferior pucat (+), abdominal pain dan diare. Pemeriksaan laboratorium
diperoleh Hb 8 gr%, pemeriksaan feses rutin dijumpai telur cacing. Penyakit apa
yang diderita bapak Doni? Bagaimana penanganannya?
1.1 Klarifikasi Istilah
a. Conj. Palpebra inferior = Membran halus yang melapisi kelopak mata dan menutupi
a. Conj. Palpebra inferior = Membran halus yang melapisi kelopak mata dan menutupi
bola mata pada bagian bawah
b. Malaise = Perasaan yang tidak nyaman yang samar-samar.
1.2
Menetapkan Masalah
a.
Laki-laki, 35 tahun, pekerja kebun, datang dengan keluhan lemah dan lessu
dialami sejak 6 bulan yang lalu, nafsu makan tidak ada dan kadang-kadang demam
juga, bekerja tidak memakai alas kaki.
b.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Malaise, anemis, conj. Palpebra
inferior pucat (+), abdominal pain dan diare. Pemeriksaan laboratorium
diperoleh Hb 8 gr%, pemeriksaan feses rutin dijumpai telur cacing
1.3 Menganalisis Masalah
1. a. Infeksi parasit cacing
1. a. Infeksi parasit cacing
b. Infeksi karena kurangnya higienitas
2. a. Anemia karena infeksi
parasit
1.4 Kesimpulan Sementara
Bapak
Doni, usia 35 tahun, kemungkinan mengalami infeksi cacing Ancylostoma
BAB IV
KAJIAN TEORI
Kelas
: Nematoda
Subklas
|
Ordo
|
Superfamili
|
Genus
|
Adenophorea
|
Enoplida
|
Trichinelloidea
|
Trichinella
|
(Aphasmidia
)
|
Trichuris
|
||
Capillaria
|
|||
Secernentea
|
Rhabditida
|
Rhabditoidea
|
Strongyloidea
|
(Phasmidia)
|
Strongilid
|
Ancylostomatoidea
|
Ancylostoma
|
Necator
|
|||
Ternidens
|
|||
Metastrongiloidea
|
Angiostrongylus
|
||
Metastrongylus
|
|||
Trichosstrongyloidea
|
Trichostrongylus
|
||
Ascaridida
|
Ascaridoidea
|
Ascaris
|
|
Toxocara
|
|||
Anisakis
|
|||
Lagochilascaria
|
|||
Oxyurida
|
Oxyuroidea
|
Enterobius
|
|
Spirurida
|
Spiruroidea
|
Gongylonema
|
|
Thelazoidea
|
Thelazia
|
||
Gnathostomatoidea
|
Gnathostoma
|
||
Filarioidea
|
Wuchereria
|
||
Brugia
|
|||
Onchocerca
|
|||
Loa
loa
|
|||
Dipetalonema
|
|||
Mansonela
|
|||
Dirofilaria
|
|||
Dracunculoidea
|
Dranculus
|
Taksonomi dari cacing namatoda
adalah:
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Strongylorida, rhabditorida, ascaridorida,
spirurorida, camallanorida,dorylaimorida, dioctophymatorida
Famili : Trichostrongylidae, rhabditidae, cephalobidae,
strongyloididae,ancylostomatidae, strongylidae, syngamidae,
metastrongilidae,ascarididae, filariidae, dll
Genus : Trichostrongylus, strongyloides, ancylostoma, necator,
strongylus,haemonchus, dipetalonema, dirofilaria, dll
Spesies :Trichostrongylus
axei, Strongyloides papillosus, Ancylostoma caninum, Necator americanus,
Strongylus equinus, Haemonchus contortus, Dipetalonema reconditum, Dirofilaria
immitis, dll
Jenis
Nematoda Usus (Soil Trasmitted Helminth)
Soil Trasmitted Helminth adalah
cacing golongan Nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangannya. Di
Indonesia golongan cacing ini yang penting menyebabkan masalah kesehatan
masyarakat adalah: Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang
(Tjitra, 2005).
Ascaris lumbricoides
a.
Hospes dan Nama Penyakit
Satu-satunya hospes definitive
Nematoda ini adalah manusia. Penyakit yang disebabkan Nematoda ini disebut
Ascariasis.
b.
Distribusi Geografis
Karena parasit ini terdapat di
seluruh dunia, maka bersifat kosmopolitan. Penyebaran parasit ini
terutama berada di daerah tropis
yang tingkat kelembabannya cukup tinggi (Hart, 1997).
c.
Morfologi
Cacing betina panjangnya sampai 20
sampai 35 cm, sedangkan yang jantan panjangnya 15 sampai 31 cm. Pada cacing
jantan ujung posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral dilengkapi
pepil kecil dan dua buah speculum berukuran 2 mm, sedangkan pada cacing betina
bagian posteriornya membulat dan lurus, dan 1/3 anteriornya
tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya berwarna putih sampai kuning
kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris halus. Telur
yang dibuahi besarnya 60 x 45 mikron, telur yang tidak dibuahi besarnya 90x45
mikron, telur matang berisi larva (embrio), menjadi infektif setelah berada di
tanah kurang lebih 3 minggu (Gandahusada, 1998).
d.
Penularan
Telur
yang dikeluarkan oleh cacing melalui tinja dalam lingkungan yang sesuai akan
berkembang menjadi embrio dan berkembang menjadi larva yang infektif di dalam
telur. Apabila karena sesuatu sebab telur tersebut tertelan oleh manusia, maka
di dalam usus larva akan menetas, keluar dan menembus dinding usus halus menuju
sistem peredaran darah. Larva akan menuju ke paru, trakea, faring, dan tertelan
masuk ke esofagus hingga sampai ke usus halus. Larva menjadi dewasa di usus
halus. Perjalanan siklus hidup cacing ini berlangsung selama 65-70 hari.
Toxocara canis dan Toxocara cati
a.
Hospes dan nama penyakit
Toxocara canis ditemukan pada
anjing. Toxocara cati ditemukan pada kucing. Belum pernah ditemukan infeksi
campuran pada satu macam hospes. Kadang-kadang cacing ini dapat hidup pada
manusia sebagai parasit yang mengembara (erratic
parasite) dan menyebabkan penyakit yang disebut visceral larva migrans.
b.
Distribusi geografis
Cacing-cacing tersebar secara
kosmopolit; juga ditemukan di Indonesia. Di Jakarta prevalensi pada anjing
38,3% dan pada kucing 26,0%.
c.
Morfologi
Toxocara canis jantan mempunyai
ukuran panjang bervariasi antara 3,6–8,5 cm, sedangkan yang betina antara 5,7 –
10,0 cm, Toxocara cati jantan antara 2,5 – 7,8 cm, yang betina antara 2,5 –
14,0 cm.
Bentuknya menyerupai Ascaris
lumbricoides muda. Pada Toxocara terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti
lanset, sedangkan pada Toxocaracati bentuk sayap lebih lebar, sehingga
kepalanya menyerupai kepala ular kobra. Bentuk ekor kedua spesies hampir sama;
yang jantan ekornya berbentuk seperti tangan dengan jari yang sedang menunjuk
(digitiform), sedangkan yang betina ekornya bulat meruncing. Telur menjadi
infektif di tanah dalam waktu kurang lebih tga minggu. Bentuk infektif ini
dapat tertelam oleh anjing, kucing bahkan manusia.
d.
Penularan
Kebanyakan infeksi yang terjadi pada anak-anak
adalah secara langsung atau tidak langsung
karena menelan telur Toxocara yang infektif. Secara tidak langsung melalui
makanan seperti sayur-sayuran yang tercemar atau
secara langsung melalui tanah yang tercemar
dengan perantaraan tangan yang kotor masuk kedalam mulut. Sebagian infeksi terjadi karena menelan larva yang ada
pada hati ayam mentah, atau hati sapi dan
biri biri mentah. Telur dikeluarkan melalui kotoran anjing dan kucing; sampel
yang diambil dari tanah pertamanan di AS dan
Inggris 30% mengandung telur. Ditaman-taman
tertentu di Jepang 75% kantong pasir mengandung telur. Telur memerlukan waktu selama 1 – 3 minggu untuk menjadi
infektif dan tetap hidup serta infektif
selama beberapa bulan; dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang kering.
Telur setelah tertelan, embrio akan keluar dari
telur didalam intestinum; larva kemudian akan
menembus dinding usus dan migrasi kedalam hati dan jaringn lain melalui saluran
limfe dan sistem sirkulasi lainnya. Dari hati
larva akan menyebar ke jaringan lain terutama ke paru-paru dan organ-organ didalam abdomen (visceral larva migrans),
atau bola mata (Ocular larva migrans),
dan migrasi larva ini dapat merusak jaringan dan membentuk lesi granulomatosa. Parasit tidak dapat melakukan replikasi
pada manusia dan pada hospes paratenic/endstage
lain; namun larva dapat tetap hidup dan bertahan dalam jaringan selama bertahun-tahun, terutama pada keadaan penyakit
yang asymptomatic. Jika jaringan hospes
paratenic dimakan maka larva yang ada pada jaringan tersebut akan menjadi
infektif terhadap hospes yang baru.
Hookworm (cacing tambang)
Ada beberapa spesies cacing tambang
yang penting, diantaranya:
Necator americanus - manusia
Ancylostoma duodenale -
manusia
Ancylostoma braziliense - kucing, anjing
Ancylostoma ceylanicum - anjing, kucing
Ancylostoma caninum - anjing,
kucing
Necator americanus (new world Hookworm) dan Ancylostoma duodenale (old world
Hookworm).
a.
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitive kedua cacing ini
adalah manusia. Tempat hidupnya dalam usus halus, terutama jejunum dan
duodenum. Penyakit yang disebabkan disebut Nekatoriasis dan Ankilostomiasis.
b.
Distribusi Geografis
Kedua parasit ini tersebar di
seluruh dunia (kosmopolit), penyebaran yang paling banyak di daerah tropis dan
sub tropis. Lingkungan yang paling cocok adalah habitat dengan suhu kelembaban
yang tinggi, terutama daerah perkebunan dan pertambangan (Onggowaluyo, 2001).
c.
Morfologi dan Daur Hidup
Ukuran cacing betina 9 - 13 mm dan
cacing jantan 5 - 19 mm. Bentuk Necator americanus seperti huruf S, mulut
dilengkapi gigi kittin, dengan waktu 1 - 15 hari telur telah menetas dan
mengeluarkan larva rabditiform yang panjangnya kurang lebih 250 mikron.
Selanjutnya dalam waktu kira-kira 3 hari, satu larva rabditiform berkembang
menjadi larva filariform (bentuk infektif) yang panjangnya kira-kira 500
mikron. Infeksi pada manusia terjadi apabila larva filariform menembus kulit
atau tertelan (Jawetz, 2005).
Daur hidup kedua cacing tambang ini dimulai dari larva
filariform menembus kulit manusia kemudian masuk ke kapiler darah dan
berturut-turut menuju jantung kanan, paru-paru, bronkus, trakea, laring dan
terakhir dalam usus halus sampai menjadi dewasa (Prianto dkk, 2004).
d.
Penularan
Cacing
dewasa hidup dan bertelur di dalam 1/3 atas usus halus, kemudian keluar melalui
tinja. Telur akan berkembang menjadi larva di tanah sesuai suhu dan
kelembabannya. Larva bentuk pertama adalah rhabditiform yang akan berubah
menjadi filariform. Dari telur sampai sampai filariform memerlukan waktu selama
5-10 hari. Larva akan memasuki tubuh manusia melalui kulit (telapak kaki
terutama untuk N.americanus) untuk masuk ke peredaran darah. Selanjutnya larva
akan masuk ke paru, naik ke trakea, lanjut ke faring, kemudian larva tertelan
ke saluran cerna. Larva bisa hidup dalam usus selama 8 tahun dengan menghisap
darah (1 cacing =0,2 mL/hari).
Cara
infeksi kedua yang bukan melalui kulit adalah tertelannya larva (terutama A. duodenale) dari makanan atau minuman
yang tercemar. Cacing dewasa yang berasal
dari larva yang tertelan tidak akan mengalami siklus paru.
Ancylostoma braziliense dan
Ancylostama caninum
a.
Hospes dan nama penyakit
Kucing dan anjing merupakan hospes
definitive. Cacing ini menyebabkan creeping eruption pada manusia.
b.
Distribusi geografik
Kedua parasit ini ditemukan didaerah
tropic dan subtropik; juga ditemukan di Indonesia.
Pemeriksaan di Jakarta menunjukkan
bahwa pada sejumlah kucing ditemukan 72% A.braziliense, sedangkan pada
sejumalah anjing terdapat 18% A.braziliense
dan 68% A.caninum.
c.
Morfologi
A.braziliense mempunyai dua pasang
gigi yang tidak sama besarnya. Cacing jantan panjangnya antara 4,7 – 6,3 mm,
yang betina antara 6,1 – 8,4 mm.
A.caninum mempunyai tiga pasang
gigi; cacing jantan panjangnnya kira-kira 10 mm dan cacing betina kira-kira 14
mm.
Ancylostoma ceylanicum
Cacing tambang anjing dan kucing ini
dapat menjadi dewasa pada manusia. Di rongga mulut terdapat dua pasang gigi
yang tidak sama besarnya. Di antara 100 anjing, 37% mengandung A.ceylanicum.
cacing ini juga ditemukan pada 50 ekor kucing sebanyak 24%. Kelompok anjing dan
kucing ini berasal dari Jakarta dan sekitarnya.
Enterobius vermicularis (Oxyrus vermicylaris)
(cacing kremi, pinworm, seatworm)
a.
Hospes dan nama penyakit
Manusia adalah satu-satunya hospes
dan penyakitnya disebut enterobisis atau oksiuriasis.
b.
Distribusi geografik
Parasit ini kosmopolit tetapi lebih
banyak ditemukan di daerah dingin dari pada di daerah panas. Hal ini mungkin
disebabkan karena pada umumnya orang di daerah dingin jarang mandi dan
mengganti baju dalam. Penyebaran cacing ini juga di tunjang oleh eratnya
hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya serta lingkungan yang sesuai.
c.
Morfologi
Cacing betina berukuran 8-13 mm x
0,4 mm. Pada ujung anterior ada pelebaran kutikulum seperti sayap yang disebut
alae. Bulbus esophagus jelas sekalii, ekornya panjang dan runcing. Uterus
cacing yang gravid melebar dan penuh dengan telur. Cacing jantan berukuran 2-5
mm, juga mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga bentuknya seperti tanda
tanya (?); spikulum pada ekor jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya
di rongga sekum, usus besar dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga
sekum. Makanannya adalah isi dari usus.
d.
Penularan
Cacing
dewasa betina biasanya akan berimigrasi pada malam hari ke daerah sekitara anus
untuk bertelur. Telur akan terdeposit disekitar area ini. Hal ini akan
menyebabkan rasa gatal di sekitara anus (pruritus ani nokturnal). Apabila
digaruk penularan dapat terjadi dari kuku jari tangan ke mulut (self-infection).
Metode
penularan lainnya adalah dari orang ke orang melalui pakaian, peralatan tidur.
Penularan juga dapat terjadi dalam lingkungan yag terkontaminasi cacing kremi,
misalnya melalui debu rumah. Telur menetas di usus halus, selanjutnya larva
akan bermigrasi ke daerah sekitar anus (caecum). Disini larva akan tinggal
sampai dewasa. Infeksi dapat juga terjadi karena menghisap debu yang mengandung
telur dan retrofeksi dari anus. Bila sifat infeksinya retrofeksi dari anus,
maka telur akan menetas disekitar anus, selanjutnya larva akan bermigrasi ke
kolon asendens, sekum, atau apendiks dan berkembang sampai dewasa.
Trichuris
trichiura
(Trichocephalus dispar, cacing
cambuk)
a.
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitive cacing ini adalah
manusia dan penyakit yang disebabkannya disebut Trikuriasi.
b.
Distribusi Geografis
Cacing ini tersebar luas di daerah
beriklim tropis yang lembab dan panas, namun dapat juga ditemukan di seluruh
dunia (kosmopolit), termasuk di Indonesia (Hart, 1997).
c.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa betina panjangnya 35
sampai 50 mm, sedangkan cacing dewasa jantan penjangnya 30 sampai 45 mm.
Telurnya berukuran 50 sampai 54 x 32 mikron. Bentuknya seperti tempayan (tong)
dan kedua ujungnya dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mucus yang
jernih. Kulit luar telur berwarna kuning tengguli dan bagian dalam jernih.
Telur yang sudah dibuahi dalam waktu 3 sampai 6 minggu akan menjadi matang,
manusia akan terinfeksi cacing ini apabila menelan telur matang, di dalam usus
halus telur ini akan menjadi dewasa dan berkumpul di kolon terutama di daerah seklum. Proses dari telur
sampai menjadi cacing dewasa memerlukan waktu kurang lebih 1 sampai 3 bulan
(Prianto dkk, 2004).
d.
Penularan
Apabila manusia menelantelur yanng matang, maka telur
akan menetaskan larva yang akan berpenetrasi pada mukosa usus halus selama 3-10
hari. Selanjutnya larva akan bergerak turun dengan lambat untuk menjadi dewasa
memerlukan waktu sekitar 3 bulan. Didalam sekum, cacing bisa hidup sampai
bertahun-tahun. Cacing akan meletakkan telur pada sekum dan telur-telur ini
keluar bersama tinja. Pada lingkungan yang kondusif, telur akan matang dalam
2-4 minggu.
Strongyloides
strecoralis
a.
Hospes
dan nama penyakit
Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini
dapat menyebabkan penyakit strongilodiasis.
b.
Distribusi
geografi
Nematoda ini terutama terdapat di daerah tropic dan
subtropik sedangkan di daerah yang beriklim dingin jarang ditemukan.
c.
Morfologi
Hanya di ketahui cacing dewasa betina yang hidup
sebagai parasit di vilus duodenum dan yeyunum. Cacing betina berbentuk
filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2 mm.
d.
Penularan
Larva infektif
(filaform) yang berkembang dalam tinja atau tanah lembab yang terkontaminasi oleh tinja, menembus kulit masuk ke
dalam darah vena di bawah paruparu. Di
paru-paru larva menembus dinding kapiler masuk kedalam alveoli, bergerak naik
menuju ke trachea kemudian mencapai epiglottis.
Selanjutnya larva turun masuk kedalam saluran
pencernaan mencapai bagian atas dari intestinum, disini cacing betina menjadi
dewasa. Cacing
dewasa yaitu cacing betina yang berkembang biak dengan cara partogenesis hidup
menempel pada sel-sel epitelum mukosa intestinum
terutama pada duodenum, di tempat ini
cacing dewasa meletakkan telornya. Telor kemudian menetas melepaskan larva non
infektif rhabditiform. Larva rhabditiform ini
bergerak masuk kedalam lumen usus, keluar dari
hospes melalui tinja dan berkembang menjadi larva infektif filariform yang
dapat menginfeksi hospes yang sama atau
orang lain. Atau larva rhabditiform ini dapat berkembang menjadi cacing dewasa jantan dan betina setelah mencapai
tanah. Cacing dewasa betina bebas yang
telah dibuahi dapat mengeluarkan telur yang segera mentas dan melepaskan larva non infektif rhabditiform yang
kemudian dalam 24-36 jam berubah menjadi
larva infektif filariform.Kadangkala pada orang-orang tertentu, larva
rhabditiform dapat langsung berubah
menjadi larva filariform sebelum meninggalkan tubuh orang itu dan menembus dinding usus atau menembus kulit di
daerah perianal yang menyebabkan auotinfeksi
dan dapat berlangsung bertahuntahun
2.
DEFINISI ANCYLOSTOMIASIS
Ancylostomiasis merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh infeksi cacing tambang. Cacing tambang adalah cacing parasit (nematode) yang
hidup di ususkecil, pada mamalia seperti kucing, anjing ataupun manusia. Spesies cacing tambang yang
menginfeksi manusia yaitu Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Cacing tambang mengisap darah sehingga menimbulkan keluhan yang berhubungan dengan anemia, gangguan pertumbuhan terutama pada anak dan dapat menyebabkan retardasi mental.
3.
ETIOLOGI ANCYLOSTOMIASIS
Penyakit cacing tambang, hookworm disease atau ankilostomiasis
disebabkan oleh Ancylostoma Duodenale (hookworm dunia lama) dan Necator
Americanus (hookworm dunia baru).A.Ceylanicum
jarang menimbulkan infeksi pada manusia tetapi lebih sering menginfeksi
binatang piaraan seperti anjing dan kucing.
Duodenale mempunyai ukuran lebih besar dari
Americanus.A.Duodenale betina dapat
memproduksi telur 10.000-25.000 perhari.A.Duodenale
dewasa memiliki 2 pasang gigi (4 gigi) seperti kait yang menonjol,
kemampuan menghisap darah
0,20 ml per cacing per hari. Bentuk badan A.Duodenale menyerupai huruf C pada
cacing jantan terdapat bursa kopulatriks.

N. Americanus berbentuk silinder, dengan ukuran
cacing jantan 5-11 mm x 0,3-0,35 mm, sedang cacing betina 9-13 mm x 0,35-0,6
mm. N.Americanus dapat memproduksi telur 10.000-20.000 telur per hari. Memiliki
sepasang gigi seperti plat dan menghisap darah
0,03 ml per
cacing per hari. Bentuk badan N.Americanus menyerupai huruf S.

Telur cacing tambang terdiri atas satu lapis dinding
yang tipis dan adanya ruangan yang jelas antara dinding dan terdapat 2-4 sel
didalamnya.Telur keluar bersama tinja dan berkembang di tanah. Ukuran telur
A.Duodenale 56-60
x 36-40
, telur N.Americanus 64-76
x 36-40
.




4.
EPIDEMIOLOGI
Infeksi cacing tambang meliputi
seperempat dari populasi dunia, terutama di negara tropis maupun subtropis.
Sekitar 900 juta penduduk dunia terinfeksi ankilostomiasis, menyebabkan
kehilangan darah 9 juta liter setiap harinya. Suatu penelitian melaporkan bahwa
angka kesakitannya adalah 50% pada balita, sedangan 90% anak yang terserang
penyakit ini adalah anak berusia 9 tahun. Penyakit cacing tambang tersebar luas
diseluruh dunia. N. Americanus terutama
di negera-negara barat dan juga negara tropis seperti Afrika, Asia tenggara,
Indonesia, Australia, Kepulauan Pasifik dan beberapa negara bagian Amerika. A.Duodenale tersebar terutama di
mediterania, Asia utara, India Utara, Cina dan Jepang.
Cacing
ini memerlukan tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan terlindung dari
sinar matahari langsung. Telur cacing tambang menetas menjadi larva rabditiform
dalam waktu 24-36 jam untuk kemudian pada hari ke 5-8 menjadi bentuk filariform
yang infektif. Suhu optimum bagi N.Americanus
adalah 28’C-32’C dan untuk A.Duodenale adalah sedikit lebih rendah 23’C-25’C.
Ini salah satu sebab mengapa N.Americanus
lebih banyak ditemukan di Indonesia daripada A.duodenale.
Dinamakan
cacing tambang karena pada awalnya cacing tersebut ditemukan pada para pekerja
tambang di eropa yang fasilitas sanitasinya belum memadai, tinja kurang
dikelola secara baik serta kebiasaan berjalan kaki di tanah tanpa menggunakan
alas kaki. Manusia merupakan inang utama infeksi cacing tambang. Endemisitas
infeksi tergantung pada kondisi lingkungan guna menetaskan telur dan maturasi
larva. Prevalensi di Indonesia cukup tinggi terutama di daerah pedesaan,
khususnya perkebunan dan pertambangan. Di Indonesia angka nasional prevalensi ancylostomiasis secara berurutan pada tahun 2002-2006 sebesar
2,4%; 0,6%; 5,1%; 1,6%; dan 1,0%. (Depkes RI, 2006)
Kebiasaan
defekasi di tanah dan pemakaian feses sebagai pupuk kebun penting dalam
penyebaran infeksi.
5.
PATOFISIOLOGI TERJDINYA ANKYLOSTOMIASIS
Tahap-tahap
dari siklus hidup cacing ini adalah :
1.
Telur
dikeluarkan dalam tinja
2.
Dalam
kondisi yang menguntungkan (kelembaban , kehangatan, temaram), larva menetas
dalam 1 sampai 2 hari. Larva rhabditiform ini tumbuh dalam tinja dan/atau
tanah,
3.
Setelah
5 sampai 10 hari (mengalami dua kali molting) menjadi filariform larva
(L3/tahap ketiga) yang infektif.
4.
Infektif
larva dapat bertahan 3 sampai 4 minggu dalam kondisi lingkungan yang
menguntungkan. Pada kontak dengan inang manusia, larva menembus kulit dan
dibawa melalui pembuluh darah ke jantung dan kemudian ke paru-paru. Mereka
menembus ke dalam alveoli paru , naik cabang bronkial menuju faring , dan
tertelan.
5.
Larva
mencapai usus kecil, tinggal dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing dewasa hidup di
lumen usus kecil, menempel pada dinding usus. Sebagian besar cacing dewasa
dieliminasi dalam 1 sampai 2 tahun, tapi umur panjang bisa mencapai beberapa
tahun.
Pada tahap
awal dari infeksi cacing tambang, gejala, tanda dan perubahan patologis
bersifat sementara dan berperan dalam penetrasi ke kulit dari larva, yang kemudian
migrasi selanjutnya dari larva menuju ke paru-paru dan mukosa usus. Jika
berlangsung lama, gejala dan tanda utamanya adalah anemia dan hipoproteinemia.
Penetrasi
ke kulit
Ketika
larva berpenetrasi ke kulit, mungkin akan menimbulkan sensasi sengatan, diikuti
dengan iritasi, eritema, oedema dan erupsi papulovesikuler dengan rasa gatal.
Gejala ini jarang muncul pada orang yang hidup di area endemik cacing tambang
yang khusus infektan pada manusia, tetapi mungkin bisa diketahui dari
pengunjung yang bukan berasal dari daerah endemik
Migrasi
larva
Perpindahan
dari larva cacing tambang menuju tubuh menyebabkan perubahan patologis, tetapi
perdarahan kecil dan infiltrasi leukosit atau eosinofil mungkin muncul dimana
larva melewati dinding alveolus dari paru-paru. Perpindahan dari larva melewati
saluran pernapasan mungkin menyebabkan batuk, karena iritasi dari bronkus dan
membran mukosa trakea.
Infeksi
Usus
Di
duodenum dan jejenum, cacing tambang mengikat diri mereka ke usus dengan
menelan sebagian dari mukosa usus di dalam cavita buccal mereka. Di sana mereka
makan darah dari pembuluh darah dan jaringan mukosa yang terpotong. Pada titik
dimana terjadi penempelan dari cacing ini biasanya terjadi reaksi perdarahan
dan inflamasi, tetapi lesi ini sembuh dengan cepat ketika cacing tambang pindah
ke tempat lain, yang mereka lakukan setiap 4-6 jam.
Selama
fase di intestinal, pasien yang terinfeksi mungkin mengalami nyeri
epegastrikduodenal, gangguan pencernaan, nafsu makan menghilang atau diare.
Bagaimanapun, gejala dan tanda itu sangat umum dan mungkin sulit untuk dinilai
sebagai infeksi cacing. Di tempat di mana cacing tambang dengan prevalensi
tinggi, kemungkinan infeksi cacing sangat mungkin, jika terdapat laporan di
rumah sakit atau rumah rawatan dengan insidensi “ulcer duodenum” yang tinggi.
Kehilangan
darah kronis
Konsekuensi
paling serius dari infeksi cacing tambang adalah kehilangan darah kronis dari
duodenum dan jejenum. Jika infeksi tidak diatasi dengan baik maka kehilangan darah akan
berlangsung terus menerus selama bertahun-tahun, menyebabkan berkurangnya
penyimpanan besi dan berkembang menjadi anemia defisiensi besi. Ada juga yang
menyebabkan kehilangan serum protein, yang mungkin menyebabkan hipoalbunemia
parah.
Kemungkinan
seseorang dengan infeksi cacing tambang menjadi anemia bergantung pada beberapa
faktor, termasuk jenis dari cacing tambang, jumlah cacing, lama infeksi,
persediaan zat besi tubuh, pemasukan zat besi dari makanan dan absorbsinya dan
kebutuhan fisiologis zat besi.
6.
GEJALA
DAN TANDA DARI ANEMIA KARENA CACING TAMBANG
Pada
infeksi kronis, gejala dan tanda biasanya berkaitan dengan anemia dan
hipoalbuminemia. Jika anemia onsetnya berangsur, gejalanya mungkin hanya tampak
sedikit, bahkan ketika hemoglobin sangat rendah. Pasien mungkin mengeluhkan rasa
lemah, sering capai, sulit melakukan pekerjaan seharian penuh dan napas pendek
pada saat mengerahkan tenaga. Palpitasi, pusing, nyeri epigastrium, sakit pada
kaki tanpa sebab yang jelas dan kehilangan nafsu makan adalah gejala umum, pria
mungkin juga mengeluhkan impotensi. Pada beberapa pasien, mungkin juga ada
nyeri pada prekordial dan angina, penglihatan kabur, tunitis di telinga,
kesulitan menelan, kebas-kebas di tangan, atau bengkak di mata kaki.
7.
DIAGNOSIS ANKYLOSTOMIASIS
ANAMNESIS
Keluhan utama : Lemah, Lesu dan
diare.
Keluhan
tambahan :Nyeri perut, kurang nafsu makan,demam, ground-itc (gatal kulit tempat
masuknya larva filariform), dapat disertai dengan dahak berdarah.
Riwayat
tempat tinggal : pada pasien dengan infeksi cacing tambang ditemkan bahwa
kebanyakan dari mereka tinggal di daerah yang padat penduduk dengan tingkat
higenitas yang buruk.
Riwayat
pekerjaan : pada infeksi cacing tambang hal ini sangat penting karena biasanya
pasien dengan ankilostomiasis bekerja tanpa menggunakan alas kaki
PEMERIKSAAN
FISIK
Hasil
pemeriksaan fisik yang diperoleh pada pasien yang menderita infeksi
Cacing Nematoda adalah :
Observasi
:
1. Kesadaran pasien : Sadar, gelisah
dan lainnya
2. Gaya berjalan pasien saat memasuki
ruangan (sambil menggaruk-garuk anus,ditopang oleh keluarga)
Inspeksi:
1. Kondisi tubuh pasien (lemah, lesu,
kurus / malnutrisi)
2. Keadaan kulit (pucat, vesikel,
makulopapula)
3. Malaise
4. Anemis, conj. Palpebra inferior
pucat
5. Kesulitan dalam bernafas
Palpasi:
1. Nyeri tekan pada daerah abdomen
2. Denyut nadi yang lemah
3. Adanya demam
Perkusi:
Perkusi batas-batas organ; Hati dan
splen.
Auskultasi:
1. Adanya ronkhi kasar
2. Suara jantung yang melemah
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
lab:
Jenis cacing nematoda: Ancylostoma duodenal, Necator americanus / cacing tambang
Pemeriksaan
penunjang saat awal infeksi (fase migrasi larva) mendapatkan:
a) Eosinofilia (1.000-4.000 sel/ml)
b) Feses normal
c) Infiltrat patchy pada foto toraks
dan
d) Peningkatan kadar IgE
Pemeriksaan penunjang pada cacing tambang dewasa dilakukan
dan dapat ditemukan
telur cacing dan atau cacing dewasa pada pemeriksaan feses. Tanda-tanda anemia defisiensi besi yang sering
dijumpai adalah anemia mikrositik-hipokrom, kadar besi serum yang rendah, kadar total iron
binding capacity yang tinggi. Di sini perlu dieksklusi penyebab
anemia hipokrom mikrositer lainnya.Dapat ditemukan peningkatan IgE dan IgG4, tetapi pemeriksaan IgG4 tidak
direkomendasikan karena tinggi biayanya.
Hal-hal penting pada pemeriksaan laboratorium, diantaranya
adalah telur cacing tambang yang ditemukan dalam tinja sering dikacaukan oleh
telur A.lumbricoides yang berbentuk dekortikasi. Tinja yang dibiarkan
lebih dari 24 jam tanpa diawetkan maka telur yang ada di dalamnya akan
berkembang, menetas dan mengeluarkan larva labditiform. Larva labditiform cacing tambang harus
dibedakan dengan Stronyloides stercoralis dan Trichostrongylus (melalui pembiakan
larva metode Harada Mori). Telur cacing tambang mudah rusak oleh perwanaan permanen
dan telur lebih mudah di lihat pada sediaan basah.
Tabel 4.1
Diagnosis infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan
beberapa cara:
1.
Pemeriksaan Sediaan langsung
Diambil
tinja kira-kira 0,2 g diletakan pada kaca benda. Kemudian ditambah 1-2
teteslarutan garam fisiologis dan diratakan. Selanjutnya ditutup dengan kaca
penutup danlangsung diperiksa dibawa mikroskop. Untuk memberikan warna pada
tinja agar telur cacing tampak lebih jelas, dapat digunakan 1 tetes eosin
0,2% sebagai pengganti garamfisilogis.
2.
Tehnik Pengapungan Dengan NaCl jenuh.
Dimasukan
tinja kurang lebih 5 g kedalam tabung reaksi dan ditambah NaCl jenuh,diaduk
sampai homogen, diambil kaca tutup, dan diamkan 10-15 menit di dalam
tabungreaksi. Diambil kaca tutup tanpa mengubah kedudukannya langsung diletakan
pada kaca benda dan diperiksa telur-telurnya.
3.
Pemeriksaan Tinja menurut Kato
Tehnik
ini dirintis oleh kato untuk pemeriksaan telur cacing,yaitu: memotong
kertasselofan 30-50 mm x 20-30 mm dan direndam dalam larutan malachite green 3%
yangencer selama 24 jam atau lebih. Ambil tinja 50-60 mg diletakan diatas kaca
benda dantutup sepotong selofan yang telah direndam dalam larutan tersebut.
Diratakan dengan ibu jari dan ditekan selofan tadi supaya tinjanya merata.
Kaca benda tersebut didiamkan padasuhu 400C selama 30 menit atau suhu kamar
selama 1 jam. Sediaan tersebut diperiksadengan pembesaran lemah atau lensa
objektif 10x.
4.
Tehnik Biakan dengan Arang
Tehnik
ini untuk kultur larva adalah menggunakan arang dengan meniru keadaan alam.
Caranya diencerkan 20-40g tinja dengan air kran smapai menjadi suspensi yangkental.
Disaring dengan 2 lembar kain kasa dan ditampung dalam cawan petri yang
besar(kurang lebih 3x 4 inci) berisi butiran arang kecil. Butiran arang
tersebut di campur dengan air sedikit sehingga keadaan menjadi lembab,
Jangan terlalu banyak. Cawan petridi tutup dan ditempatkan pada tempat yang
aman. Pada hari berikutnya cawan petri harusdi periksa, apakah masih cukup
airjika di perlukan tambahkan air.cawan tersebutdiperikas pada tiap hari, harus
hati-hati sebab air yang mengandung larva yang terdapat pada permukaan
bagian bawah tutp, merupakan larva infektif. Hari ke 5 atau 6 dalamkultur dapat
dihasilkan larva cacing.Untuk memeriksa larva siapakan kain kasa yangdipotong
sama dengan diameternya. Kain kasa di ambil dengan hati-hati, pasang penjepit.upayakan
jangan sampai menyentuh arang. Tutup cawan petri dibuka sedkiti supayakena
sumber cahaya 6-8 inci. Setelah 1 jam saringan diambil dengan penjepit/pinset
dandiletakkan ke permukaan air. Hasil dapat diambil setelah 30-60 menit dengan
sebuah pipetdiberikan pada kaca benda serta ditutup dengan kaca pentup dan
periksa dibawah mikroskop.
5.
Tehnik Menghitung Telur Cara Stool
Metode
ini dapat digunakan untuk menaksir jumlah cacing dengan menghitung jumlah
telur. Caranya: sebuah botol di isi dengan NaOH 0,1 N 56 ML(Stool) dandimasukan
tinja, diaduk smapai homogen, dipipet 0,15 dan diletakan dikaca benda lalu ditutup dengan kaca penutup dan
periksa. Telur per gram akan tergantung pada konsistensi fesesnya, yaitu:
1. Tinja yang lembek,EPG (egg per gram)dalam pemeriksaannya
dikalikan setengah.
2. Tinja setengah encer,EPG yang
diperoleh dikalikan 2.
3. Tinja encer, EPG yang diperoleh pada
pemeriksaan dikalikan 3.
6.
Tehnik pengendapan Sederhana
Tehnik
ini memerlukan waktu yang lama, tetapi mempunyai keuntungan karena dapat mengendapkan telur tanpa merusak
bentuknya. Caranya: diambil 10 mg tinja dan diencerkan dengan air sehingga
volumenya menjadi 20 kali. Disaring melalui 2 lembar kain kasa dan
dibiarkan 1 jam. Menuangkan supernatan dan ditambahkan dengan air dan didiamkan selama 1 jam serta di
ulangi sampai supernatan menjadi jernih. Kemudian ditunangkan supernatan yang jernih
dengan pipet panjang untuk mengambil endapan dan ditempatkan pada kaca benda sefta
ditutup dengan kaca peutup.selanjutnya dibaca dibawah mikroskop.
7.
Tehnik biakan Menurut Harada Mori
Metode
ini menggunakan tabung dengan diameter 18 mm dan panjang 170 mm. Kira-kira 0,5
g tinja di oleskan pada 2/3 dari secarik kertas saring yang lebarnya 25 mm dan panjangnya 150 mm dengan menggunakan
batang pengaduk. Dari kertas uang dioleskan tinja, dilipat menjadi 2 melalui
poros yang panjang dengan permukaan yang diolesi di bagian dalam dan
disisipkan kedalam tabung tes, di tambah air dan air tidak menyentuh tinja. Tabung di ikat dengan karet,
kemudian tabung di simpan 4-7 hari pada suhu kamar.Larva yang berkembang biak
muncul di dalam air 3 hari setelah dikultur dan mencapaimaks 7 hari. Larva
dalam air dapat diperiksa dengan loupe atau mikroskop pembesranobyektif 10x.
8.
Tehnik Pengapungan Dengan Pemusingan dengan ZnSO4
Diambil
tinja sebesar biji kelereng dan dimasukan kedalam tabung reaksi, ditambah air sedikit demi sedikit dan diaduk
sampai volume menjadi 10 kalinya. Diambil kain kasa untuk menyaring tinja yang telah
diaduk dan di ditampung dalam tabung pemusing. Dipusing dengan kecepatan 1800 rpm
selama 1-2 menit dan ini lakukan sebanyak 3-4kali. Tambahkan larutan ZnSO4
sampai 2/3 tabung pemusing dan diaduk serta dipusinglagi dgn kecepatan 1800 rpm
selama 1-2 menit. Material yang mengapung diambil dengan pipet dan di taruh
di kaca benda di tambah larutan J-KJ, dicampur, ditutup memakai kaca tutup dan diperiksa dibawa
mikroskop.
9.
Tehnik Pengapungan dengan Gula
Diambil
tinja 3 mg dilarutkan dalam 3 ml larutan gula dan diaduk sampai rata. Ditambah larutan gula jenuh lagi
sampai permukaan mulut tabung cembung. Kaca tutup ditaruh diatas tabung reaksi,
setelah 25 menit kemudian kaca tutup diletakan diatas kaca benda. Periksa
di bawa mikroskop.
8.
DIAGNOSIS BANDING ANKYLOSTOMIASIS
Diagnosis
banding untuk infeksi cacing tambang adalah penyakit-penyakit:
1. Penyebab lain anemia
2. Tuberkulosis
3. Penyebab gangguan gastrointestinal
lainnya.
19.
PENATALAKSANAAN
PENYAKIT
ANKYLOSTOMIASIS
Perawatan
umum
a.
Mengkonsumsi makanan
yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam,
hati dan telur) dan bahan makanan nabati (sayuran bewarna hijau tua,
kacang-kacangan, tempe)
b.
Mengkonsumsi
sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (daun katuk,
daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) untuk meningkatkan
penyerapan zat besi dalam usus.
c.
Suplemen preparat besi
diperlukan oleh pasien dengan gejala klinis yang berat, terutama bila ditemukan
bersama-sama dengan anemia. Dapat diberikan preparat besi oral, Sulfas ferosus
3 x 200 mg (1 tablet) untuk orang dewasa atau 10 mg/kgBB/kali untuk anak
Perawatan
khusus (Aru Sudoyo, 2006)
1. Mebendazol.
Diberikan dengan dosis 100 mg bid x 3 hari.
2. Pirantel
Pamoat 10 mg/KgBB dosis tunggal, cukup efektif dengan toksisitas yang rendah.
3. Albendazol.
Diberikan dengan dosis tunggal 400 mg. Tidak boleh digunakan selama hamil.
4. Tetrakloretilen.
Merupakan obat pilahan utama (drug of choise) terutama untuk pasien
ansilostomiasis. Dosis diberikan 0,12 ml/kgBB, dosisi tunggal tidak boleh lebih
dari 5 ml. Pengobatan dapat diulang 2 minggu kemudian bila dilakukan
pemeriksaan telur tinja tetap positif. Pemberian obat ini sebaiknya dalam
keadaan perut kosong disertai pemberian 30 g MgSO4. kontraindikasi pemberian
obat ini pada pasien alkoholisme, kelainan pencernaan, konstipasi.
5. Befanium
hidroksinaftat. Obat pilahan utama untuk ankilostomiasis dan baik untuk
pengobatan massal pada anak. Obat ini relatif tidak toksik. Dosis diberikan 5 g
2 kali sehari, dan dapat diulang bilamana diperlukan.
10.
PENCEGAHAN
ANKYLOSTOMIASIS
1. Deteksi
dini penyakit pada anggota keluarga, apabila pada feses terdapat telur / cacing
dewasa maka segera dibawa ke pusat pelayanan kesehatan
2. Mengikuti
pengobatan masal pada anak, yang diselenggarakan oleh pemerintah
3. Perbaikan
sanitasi dan kebersihan pribadi / lingkungan
4. Mencegah
terjadinya kontak dengan larva dengan cara memakai sandal atau sepatu
Promotif
Ankilostomiasis
menjelaskan
kepada masyarakat sedikit tentang ankilostomiasis, seperti : ankilostomiasis
adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Ancylostoma
duodenale dan cara penularannya bisa melalui tertelannya makanan yang
terkontaminasi telur dan larva cacing, dan juga menembus kulit. Gejalanya dapat
berupa berkurangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri perut, diare dan pada
infeksi yang lama bisa menyebabkan anemia ( kekurangan darah) sebab penghisapan
darah oleh cacing. Kerugian yang dapat ditimbulkan akibat kecacingan sangat
besar terhadap perkembangan fisik, intelegensia, dan produktivitas anak yang
merupakan generasi penerus bangsa. Kemudian menghimbau masyarakat agar :
a.
Tidak buang air besar sembarangan
b.
Cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar dengan sabun dan air mengalir.
c. Pemeriksaan kesehatan secara berkala di
Posyandu, Puskesmas.
11.
KOMPLIKASI ANKILOSTOMIASIS
Komplikasi yang tersering dari Ankilostomiasis
adalah :
1. Anemia
berat
Anemia berat bisa terjadi karena darah kita di ambil
olah cacing sebagai sumber nutrisi. Dan pada cacing ankilostoma terdapat zat
antikoagulan pada mulutnya sehingga darah akan terus mengalir.
2. Dermatitis
Salah satu komplikasi yang terjadi karena inervasi
cacing kedalam tubuh melalui kulit di kaki, ataupun pada bagian tubuh yang lain
yang menyebabkan rasa gatal dab bisa timbul fistula.
3. Defisiensi
besi
Hal ini akan mengakibatkan tanda berupa
choilinicia,cheilosis yang merupakan manifestasi klinis defisiensi besi karena
kurangnya asupan oksigen dan nutrisi.
4. Gagal jantung
Anemia yang lama dan kronis bisa menyebabkan gagal
jantung
5. Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan mental
12.
PROGNOSIS
ANKILOSTOMIASIS
Prognosis dari penyakit ankilostomiasis adalah baik,
walaupun pasien datang dengan komplikasi ankilostoma dapat disembuhkan asalkan
dengan pengobatan yang adekuat.
BAB V
KESIMPULAN AKHIR
Bapak Doni, umur 35
tahun, pekerja kebun.
Keluhan utama :
Lemah dan lesu selama 6 bulan. Disertai nafsu makan menurun dan kadang-kadang
demam (karena infeksi). Tidak memakai alas
kaki (Hal ini
memungkinkan masuknya larva Ancylostoma).
Hasil pemeriksaan fisik : Malaise, anemis, conj. Palpebra inferior pucat
(+) (Kemungkinan karena perdarahan kronis pada usus), abdominal pain (Karena
lesi akibat gigitan cacing) dan diare.
Pem. Lab :
Hb 8 gr% (anemia), pemeriksaan feses dijumpai telur cacing.
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan : Pemeriksaan feses
dengan metode Harada Mori untuk membedakan jenis cacing yang menginfeksi dan
pemeriksaan darah lengkap untuk melihat peningkatan eosinofil.
Diagnosa banding:
1. Ankylostomiasis
2. Anemia
3. Gangguan
gastrointestinal
Diagnosa: Ankylostomiasis
Penatalaksanaan:
1.
Bed rest
2.
Albendazole dosis
tunggal 400 mg
3.
Sulfat ferosus
3x200 mg selama 2 bulan
4.
Disarankan untuk
menggunakan alas kaki dan sarung tangan saat bekerja di kebun
Prognosis: Umumnya baik dengan penatalaksanaan cepat dan
tepat
DAFTAR PUSTAKA
1.
Zaman,
Viqar. Atlas Parasitologi Kedokteran : Nematoda. Edisi II. Jakarta.
2.
Gandahusada
srisasi, dkk. Parasitologi Kedokteran: Edisi ketiga. Jakarta.
3.
Z. S.
Pawlowski. Hookworm Infections and Anemia. 1991. Geneva: World Health Organization.
4.
Vinod K Dhawan. Ancylostoma Infection. May 2012.
Dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/996361-overview#a0104
5.
ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/download/1132/491
7.
Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. 2010
8.
Onggowaluyo, jangkung samidjo., 2002. “PARASITOLOGI MEDIK I
helmintologi”, Buku kedokteran EGC, Jakarta
9.
Prianto, juni L.A., Tjahaya, P.U., Darwanto, 1995. “ ATLAS PARASITOLOGI
KEDOKTERAN “ , Gramedia
10.
Pohan H T. Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah. Sudoyo AW,
Alwi I, Setiyohadi B. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. EGC : Jakarta Jilid
III Hal 2938-41
11.
Referensi Repository USU yang di akses di http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21528/6/Chapter%20II.pdf. Pada 2 Mei 2014
12.
Ali S.A, dkk. 2013.
Ancylostama Duodenale Seperated from Contaminated Soil. International Journal of Zoology and Research. 3:27-38.
13.
Sudoyo AW. 2009.buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta :
internal publishing.jilid III edisi V
14.
Garcia SL, Bruckner AD.
1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta : EGC